C. Implikasi Hakikat Manusia kepada Rumusan Hakikat dan Tujuan Pendidikan Islam
Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu hidup bersama, ada interaksi dan interdependensi. Tiada hubungan sosial tanpa nilai dan tiada nilai tanpa hubungan social, sehingga nilai merupakan fungsi hubungan sosial.
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki martabat dan kepribadian. Jadi, nilai akan menjadi potensi kepribadian dan martabat manusia, sekaligus alat ukur yang menentukan keduanya, Hakekat nilai: penetapan atau kualitas suatu objek sebagai bentuk apresiasi atau minat oleh sebab itu Pendidikan menjadi aktualisasi nilai sebagai potensi martabat dan kepribadian manusia
Dalam mencapai martabat yang baik maka dibutuhkan sebuah konsep pendidikan. Tujuan pendidikan yang dapat disimpulkan adalah terbentuknya sebuah individu yang memiliki kesatuan dan keunikan ego, tanpa kehilangan kontak sosial, untuk mewujudkan tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi. Tujuan akhir dari pendidikan hendaknya dapat memperkokoh dan memperkuat individualitas dari semua pribadi, sehingga mereka dapat menyadari segala kemungkinan yang dapat saja menimpa mereka.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan harus tertuju pada pengembangan keseluruhan potensi manusia yang mencangkup intelektual, fisik dan kemauan untuk maju. Serta mempunyai kehendak kreatif. Dengan kreativitas itulah manusia telah berhasil mengubah dan menggubah yang belum tergarap dan belum terselesaikan dan mengisinya dengan aturan dan keindahan. Tujuan pendidikan harus mampu memecahkan masalah-masalah baru dalam kondisi perorangan dan masyarakat atau menyesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Hakikat manusia yang dijelaskan di atas berkenaan dengan pemikiran para filisof kontemporer menurut Al Attas, pendidikan dalam Islam adalah untuk menanamkan adab dalam diri manusia sebagai manusia dan diri individu. Dalam Islam pendidikan adalah untuk menghasilkan orang baik, dan tidak seperti dalam kasus pendidikan Barat yaitu untuk menghasilkan warga negara yang baik.
Dalam hal ini Al Attas menekankan pada orang yang beradap, yang terpelajar merupakan orang yang baik. Maksud dari beradap merupakan hal yang menyeluruh yang meliputi kehidupan spiritual dan material dan manusia yang berusaha menanamkan kebaikan yang telah diterima. Implikasi pendidikan dari Al Attas adalah: 1) terciptanya disiplin dari tubuh dan jiwa peserta didik, 2) mewujud dalam konsep kecerdasan emosi dan spiritual yang harus dimiliki oleh peserta didik, 3) menjaga kebebasan dan kreatifitas peserta didik serta menghargai dan mengkoreksi masukan peserta didik, 4) sebagai pendidik harus selalu menjembatani kreatifitas siswa serta menjadi sentral dari seluruh aktifitas pendidikan, 5) guru dalam setiap pembelajaran harus selalu menyampaikan materi sesuai kebutuhan siswa.
Hakikat pendidikan Islam yang dapat disimpulkan dari pemikiran Syed Hussein Nasr adalah pendidikan yang tidak boleh mengkesampingkan keterjagaan tatanan alam. Tatanan alam berhubungan dengan suatu tatanan diluar itu sendiri. Realita alam mempunyai signifikansi diluar tampilannya, ada sifat suci di dalam alam, namun istilah suci dapat dipahami, termasuk manifestasi-manifestasi formalnya dalam agama-agama yang berbeda.
Dengan pendidikan akan terbetuklah proses memanusiakan manusia yang sempurna serta dapat memberikan pemecahan masalah masalah umat pada era globalisasi serta dapat menjaga tatanan kosmos (lingkungan) menjadi lingkungan yang madani, karena tatanan kosmos yang ada sekarang telah rusak dan hal ini salah satunya disebabkan oleh karena tujuan pendidikan yang ada tidak mengindahkan tatanan alam dan cenderung merusaknya. Sehingga menurut beliau tujuan pendidikan tersebut harus menyangkut tentang pelestarian alam, tidak hanya mengeksploitasinya.
D. Hakikat dan Tujuan Pendidikan Islam, Relevansinya terhadap Latar Belakang Historis
Disampaikan oleh Muhammad Iqbal bahwasannya hakikat dan tujuan pendidikan adalah terbentuknya sebuah individu yang memiliki kesatuan dan keunikan ego, tanpa kehilangan kontak sosial, untuk mewujudkan tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi. Sejalan dengan histori yang telah dipaparkan diatas konsep Muhammad Iqbal dalam proses pendidikannya manusia ahur tetap memiliki kontak social dan menjadi kholifah di bumi
Ada 8 pandangan Iqbal tentang pendidikan dalam rangka melaksanakan gagasan relevansi Strategi untuk Mengatasi Tantangan Umat. Kedelapan pandangan ini adalah:
1) Konsep Individu
Dengan konsep ini iqbal menekankan bahwa hanya manusia yang dapat melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan menurut iqbal harus dapat memupuk sifat–sifat individualitas manusia agar menjadi manusia yang sempurna. Yang dimaksud manusia sempurna disini adalah manusia yang dapat menciptakan sifat-sifat ketuhanan menjelma dalam dirinya, sehingga ia bisa berprilaku seperti Tuhan.
2) Pertumbuhan individu
M.iqbal berpendapat bahwa manusia sebagai mahkluk individu akan mengalami berbagainperubahan secar dinamis dalam rangka interaksinya dengan lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan harus dapat mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan individu tersebut kearah yang optimal.
3) Keseimbangan jasmani dan rohani
Dalam pandanga iqbal perkembangan individu memiliki implikasi bahwa ia harus dapat mengembangkan kekayaan bathin dan eksistensinya. Pengembangan kekayaan batin ini tidak dapat dilaksanakan dengan melepaskannya dari kaitan materi. Oleh karena itu, antara jasmani sebagai realitas dengan rohani sebagai ide harus dipadukan dalam proses pengembangan individu.
4) Pertautan individu dengan masyarakat.
Pemahaman diatas memberikan pengertian mendalam tentang hakekat pertautan antara kehidupan individu dengan kebudayaan masyarakat. Masyarakat adalah tempat individu menyatakan keberadaannya. Oleh karena itu, tanpa masyarakat kehidupan individu akan melemah dan tujuan hidupnya menjadi terarah.
5) Kreatifitas Individu
M. iqbal menolak kausalitas tertutup, yang menyebabkan seolah-olah tak ada satupun yang baru yang dapat ataupun mungkin terjadi lagi. Sesungguhnya manusia memiliki kreativitas yang perlu dikembangkan secara evolutif.
6) Pesan Intelek dan Intuisi
Ada dua cara untuk dapat menangkap realitas. Masing masing cara mempunyai cara khusus dalam mengarahkan dan memperkaya kreatifitas manusia.
7) Pendidikan watak
Apabila manusia melengkapi diri dengan sifat individualitas yang dapat berkembang secara optimal, yang kemudian dilandasi dengan keimanan yang tangguh, maka ia dapat menjelma menjadi kekuatan yang tak terkalahkan.
8) Pendidikan sosial
M. Iqbal menandaskan bahwa kehidupan sosial selayaknya diatas dasar dan prisip tauhid. Tauhid seyogyanya dapat hidup dalam kehidupan intelektual dan emosional manusia .
Konsep Islamisasi sains menggunakan pendekatan sakralisasi. Ide ini dikembangkan pertama kali oleh Seyyed Hossein Nasr. Baginya, sains modern yang sekarang ini bersifat sekular dan jauh dari nilai-nilai spiritualitas sehingga perlu dilakukan sakralisasi. Nasr mengritik sains modern yang menghapus jejak Tuhan di dalam keteraturan alam. Alam bukan lagi dianggap sebagai ayat-ayat Alah tetapi entitas yang berdiri sendiri.
Ide sakralisasi sains mempunyai persamaan dengan proses islamisasi sains yang lain dalam hal mengkritisi sains sekular modern. Namun perbedaannya cukup menyolok karena menurut Nasr, sains sakral (sacred science) dibangun di atas konsep semua agama sama pada level esoteris (batin). Padahal Islamisasi sains seharusnya dibangun di atas kebenaran Islam. Sains sakral menafikan keunikan Islam karena menurutnya keunikan adalah milik semua agama. Sedangkan islamisasi sains menegaskan keunikan ajaran Islam sebagai agama yang benar. Oleh karena itu, sakralisasi ini akan tepat sebagai konsep Islamisasi jika nilai dan unsur kesakralan yang dimaksud di sana adalah nilai-nilai Islam.
Semangat pembaharuan (tajdid), ini merupakan cita-cita Nasr untuk mengembalikanIslam pada kedudukannya semula yang sekarang ini sudah banyak terkontaminasi modernisasi barat yang sekuler, dan meninggalkan nilai-nilai Illahiah dan insaniah. Nasr kemudian mengindentikan tajdid dengan Renaisans yang menurut pengertian yang sebenarnya.
Suatu renaisanas dalam Islam berkaitan dengan tajdid, atau pembaruan, yang dalam konteks tradisional diidentikan dengan fungsi dari tokoh pembaruan (mujaddid) tersebut. Namun seorang mujaddid berbeda dengan seorang “tokoh reformasi” menurut pengertian modernnya yang disebut muslih.
Pembaruan yang dilakukan Nasr adalah mengembalikan manusia pada asalnya sebagaimana telah dilakukan manusia dalam perjanjian suci dengan Tuhannya, dari kealpaan tentang dirinya, sehingga membuat dirinya jatuh kedalam belenggu karya rasionalitasnya yang meniadakan Tuhan. Manusia menurut Nasr, pada awalnya adalah makhluk suci, namun karena penolakannya kepada Tuhan melalui tradisi Ilmiah telah membuat dirinya tak mengenal siapakah realitas sesungguhnya dia dihadapan Tuhannya.
Nasr berpendapat bahwa pembaruan tidak bisa hanya dilakukan dari sisi materisaja, tetapi juga yang paling dasar adalah melakukan perubahan dari dalam dirinya sendiri,untuk kemudian ia melakuan pembaruan terhadap realitas yang ada disekitarnnya.
Ada beberapa erbedaan konsep pendidikan yang digunakan antara Al-Attas dengan tokoh pendidikan Islam yang lainya adalah ta’dib dalam terminologi pendidikan. Ta’dib, yaitu rangkaian pendidikan untuk membentuk manusia menjadi manusia universal (insan khamil). Tujuan ini sesuai dengan proto tipe penciptaan manusia untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT., dan menjadi khalifah Allah di bumi yang mampu menjalankan fungsinya dengan memanfaatkan segenap potensiyang ada pada diri manusia. Tujuan ini akan tercapai dengan mudah apabila manusia mengetahui hakikat diri manusia itu sendiri.
Relevansi konsep pendidikan yang digagaskan oleh Al-Attas ini sangat relevan (up to date) untuk mengantisipasi tantangan internal dan eksternal. Dalam kondisi kemerosotan identitas (citra) pendidikan Islam yang telah terkontaminasi oleh paham sekuler dari Barat yang menghilangkan keterlibatan unsur ketuhanan (religius) dalam proses pendidikan yang sesungguhnya. Keadaan seperti ini, kalau tidak ditindak lanjuti sedini mungkin akan dapat membawa bahaya kehancuran aspek aqidah (kepercayaan) umat Islam sendiri.
Realisasi konsep pendidikan Al-Attas yang berdasarkan ta’dib, mengikut sertakan niat yang utama sebagai ibadah kepada Allah semata, bukan tujuan yang lain seperti motivasi keduniawian. Pendidikan merupakan proses yang harus dijalan secara dinamis dan update seiring perkembangan zaman “life long education” (pendidikan sepanjang hayat) yang tidak ada batasan untuk mempelajarinya, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Untuk mencapai tujuan pendidikan seperti itu, maka sangat penting peran literaur (perpustakaan) sebagai sandaran keabsahan setiap bidang keilmuan (ilmu agama/umum).
E. Implementasi Hakikat dan Tujuan Pendidikan Islam menurut Konsep terhadap Pendidikan Islam di Indonesia
Pemikiran Muhammad Iqbal dapat diimplementasikan pada pendidikan di Indonesia. Peserta didik ditanamkan nilai-nilai semangat dan kehendak untuk berusaha memperoleh tujuannya tanpa mengesampingkan kerjasama dengan manusia lain. Menumbuhkan semangat untuk maju kepada peserta didik, bahwa mereka mampu untuk berhasil dan menjadi bagian dari sejarah, supaya bergerak dan jangan tinggal diam.
Dalam konsep ta’dib yang dikemukakan oleh SM. Naquib Al Attas, peserta didik harus dibimbing untuk mengenali dan mengakui Allah sebagai Tuhannya, penciptanya, pemilik, pengatur, pengawas, pendidik, pemberi dan lain sebagainya. Pada saatnya nanti lahirlah manusia-manusia 'abid yang penuh kesadaran, memiliki kemampuan intelektual maupun spiritualnya. Selanjutnya akan lahirlah berbagai pandangan hidup tauhid, baik rububiyah, uluhiyah, maupun ubudiyah, yang meyakini kesatuan ciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of purpose of life), yang semua ini merupakan derivasi dari kesatuan ketuhanan (unity of Godhead).
Pemikiran pendidikan Islam yang terformula dan ditawarkan al-Attas, pada prinsipnya merupakan konsep pendidikan yang bercorak moral dan religius, yang tetap menjaga prinsip keseimbangan dan keterpaduan sistem. Hal tersebut dapat dilihat dalam konsepsinya tentang ta'dib (adab) yang di dalamnya telah mencakup konsep ilmu dan amal. Dalam definisinya dijelaskan bahwa, setelah manusia dikenalkan akanposisinya dalam tatanan kosmik lewat proses pendidikan, ia diharapakan dapat mengamalkan ilmunya dengan baik di masyarakat berdasarkan nilai-nilai moral dan ajaran agama. Dengan bahasa yang berbeda dapat dikatakan bahwa dalam penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia harus melandasi keduanya berdasarkan pada pertimbangan nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama ataupun nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat. Nilai-nilai tersebut berfungsi sebagai pengendali dalam mengamalkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, pencarian, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan lebih bermakna dan dapat dilaksanakan dalam kerangkaibadah guna kemaslahatan manusia.
Pedagogi kritis yang digagas oleh Suhailah Hussein bila diaplikasikan dalam bidang pendidikan maka teori kritis ini memunculkan pendekatan critical pedagogy, pendekatan ini menekankan pentingnya memberdayakan dan mendidik siswa agar mampu memecahkan masalah dan mampu berpikir kritis. Pendidik sering disebut critical educator yang secara kritis mempertanyakan kultur yang sudah mapan atau dominan dan menjadikannya sebagai objek analisis politik. Teori kritis memiliki kepedulian tinggi terhadap ketidakadilan sosial sebagaimana terscermin dalam sistem pendidikan atau pesekolahan. Dibalik ilmu pengetahuan yang dipelajari di sekolah dan kebudayaan yang dominan dalam system persekolahan sesungguhnya ada minat dan vested interest dari kelompok tertentu. Dibalik sistem persekolahan ada ideologi yang mendominasi yang harus dicermati dengan kritis dengan mengkaji sejumlah ideologi alternatif.
Pembelajaran pendidikan lingkungan hidup Syed Hussein Nasr kini telah dan semakin marak diterapkan di sekolah adalah bukan mempekerjakan siswa sebagai pekerja di lingkungan sekolah, tetapi membangun jiwa cinta lingkungan, dengan harapan bahwa generasi berikut menjadi generasi yang berbudaya lingkungan dan menjadi sebuah habit bagi semua civitas sekolah.Untuk maksud tersebut, sekolah dan semua stakeholder serta pemerhati lingkungan hidup melakukan konsistentisasi yang holistik kepada konsumen pendidikan tentang peran lingkungan terhadap keberlangsungan kehidupan di bumi, ancaman terhadap kehidupan dan solusi penyelamatan kehidupan di bumi, serta menjelaskan tentang porsi perhatian sekolah dalam hal ini siswa terhadap ekosistim lingkungan hidup sekitarnya.
Tujuan lainnya adalah dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup secara umum, juga untuk dapat mengajak warga sekolah melaksanakan proses belajar mengajar materi lingkungan hidup dan turut berpartisipasi melestarikan serta menjaga lingkungan hidup di sekolah dan sekitarnya.
Untuk merealisasikan kegiatan dimaksud, maka diperlukan sebuah program kegiatan berkelanjutan melalui kegiatan pembinaan pendidikan kesadaran lingkungan hidup bagi seluruh warga sekolah, sehingga tercipta sekolah yang berbudaya lingkungan.
F. Kesimpulan
Pendidikan Islam semakin hari semakin banyak timbul problematika yang komplek, baik antas individu, masyarakat atau dengan tuhannya. Dari banyak pemapara berkenaan dengan islam kontemporer menurut berbagai perspektif, menurut Iqbal dalam pendidikan harus dapat membentuk sebuah individu yang memiliki kesatuan dan keunikan ego, tanpa kehilangan kontak sosial, untuk mewujudkan tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi. Serta menurut Al Attas adalah dengan pendidikan dapat membentuk insan yang Universal (Insan Kamil)
Sebagai seorang pendidik sebaiknya mempelajri Filsafat pendidikan islam karena dengan filsafat tersebut dapat membantu untuk membentuk suatu pemikiran yang sehat, dan dapat dijadikan sebagai asas bagi upaya menilai keberhasilan pendidikan, dijadikan sandaran intelektual dalam dunia praksis pendidikan.
Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia dan seluruh proses hidup dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan. Sebagai persoalan hidup maka pendidikan dalam pengembangan konsep-konsepnya perlu memperhatikan dan menggunakan sistim pemikiran filsafat yang menyangkut metafisika, epistemilogi aksiologi, karena problem yang ada dalam lapangan pendidikan ada juga berada dilapangan filsafat.
Referensi :
- Muzaffar Hussain, “The Key Point in Iqbal’s Educational Philosophy” dalam http://www. allamaiqbal.com/publications/journals/review/oct82/5.htm, (1982), hlm. 3-4
- Syed Muhammad Naquib al-Attas, “The Concept of Education in Islam” dalam http://www. mef-ca.org/files/attas-text-final.pdf, (1980), hlm. 15-16
- Suhailah Hussien, “Critical Pedagogy, Islamisation of Knowledge and Muslim Education” dalam http://journals.iium.edu.my/ intdiscourse/index.php/ islam/article/ view/62/57, (2007), hlm. 3
- Almut Beringer, Reclaiming a Sacred Cosmology: Seyyed Hossein Nasr, the Perennial Philosophy, and Sustainability Education. (Canadian Journal of Environmental Education, Vol. 11: 2006), hlm. 35
- http://notreducation.blogspot.com/2011/04/makalah-hakekat-pendidikan-menurut.html
Tag :
study
0 Komentar untuk "Implikasi Hakikat Manusia kepada Rumusan Hakikat dan Tujuan Pendidikan Islam "