TEOLOGI SAYYID QUTHB


MAKALAH ISLAMIC WORLDVIEW
TEOLOGI SAYYID QUTHB 

Disusun Oleh
Imam Khoiruddin
O100140041

Mata Kuliah
Islamic Worldview Dan Konsep Ilmu Dalam Islam
Sebagai Dosen Pengampu
Dr. Waston, M.Hum

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH PASCSARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENDAHULUAN 

A. Latar belakang
     Pernyataan Yusuf Qhardhawi ‘bahwa Sayyid Quthb adalah orang yang paling bertanggung jawab atas berkembangnya pemikiran Islam radikal terutama masalah hukum takfir (mengkafirkan). Sebelum Yusuf Qhardhawi melakukan kritik terhadap Sayyid Quthb, pada dasarnya telah banyak kritikan atas pemikiran Quthb yang tertuang dalam buku Petunjuk Jalan (Ma’alim fit Thoriq) dan tafsir Fi Zhilalil Qur’an, baik yang datang dari para pemikir Islam maupun orientalis. Mereka menisbatkan perkembangan gerakan ekstremis pada jubah Sayyid Quthb. Yang pada dasarnya beliau adalah sastrawan, pemikir, cendikiawan, penafsir, dan tokoh Islam terbesar pada masanya, Bertepatan dengan ramainya berita terorisme di Indonesia oleh media massa baik cetak maupun elektronik yang dibarengi dengan penangkapan para tokoh dan pengikutnya bahkan tidak sedikit yang meregang nyawa, mati terbunuh pada saat penangkapan berlangsung , banyak para pihak mengaitkan masalah gerakan Islam ekstremis (Jaringan Teroris) dengan pemikiran Sayyid Quthb, terutama tentang konsep masyarakat jahiliah pada masa kini dan banyak tuduhan yang di sampaikan ke Quthb Sayyid Quthb, sebuah nama yang sangat populer di kalangan aktivis pergerakan Islam. 
     Namanya dipuji oleh kaum pergerakan Islam di seluruh dunia, dari yang moderat seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan kelompok kelompok Islam lainnya di Indonesia, sampai kalangan gerakan Islam radikal, seperti Al Jihad, Jamaah Islamiyah (Mesir), serta Al Qaidah, dan kelompok kelompok lokal yang berafiliasi dengannya. Sebaliknya, oleh kalangan penguasa sekuler, media massa, dan peneliti Barat, Sayyid Quthb mendapat predikat yang sangat buruk. Ia dijuluki sebagai ideolog Gerakan Radikal Islam, Bapak Islam Fundamentalis bahkan ‘Guru Para Teroris’. Sebutan itu dilekatkan kuat pada Sayyid karena tokoh tokoh radikal Islam menjadikan tulisan tulisan Sayyid sebagai inspirasi gerakan mereka, yang umumnya memilih jalur kekerasan bersenjata.” Menilai dinamika sebuah gerakan keagamaan tidak hanya sebatas membaca ‘fisik’ gerakan tersebut. Lebih dari itu, sebenarnya gerakan memiliki tatanan nilai, ide atau gagasan dan tradisi. Ketiganya saling berhubungan menjadi satu kesatuan yang saling terkait. 
     Ketiganya mencakup konteks gerakan lokal dan pada saat bersamaan bisa berdampak pada skala global. Pada tingkatan global, transformasi nilai dan gagasan serta tradisi membentuk wawasan partikulatistik. Penanaman doktrik, politik, dan simbol-simbol pemersatu menandai pergerakan yang melampui konsep politik konvensional. Dinamika gerakan keagamaan tidak saja berdampak terhadap kehidupan spiritual belaka, namun juga akan menyentuh pada aspek social, bahkan termasuk pada politik. Sedangkan gerakan keagamaan yang berimplikasi terhadap politik secara global, hanyalah pertarungan ideology antara kaum modernis yang menuntut perubahan, dan kalangan yang mempertahankan kesuksesan masa lalu, menurut kalangan ini, ideology masa lalu merupakan pakem yang tidak tergantikan walaupun zaman terus berkembang. 
    Dalam kaitannya dengan makalah ini, salah satu tokoh fenomenal fundamentalis adalah Sayyid Qutb, baginya Islam merupakan agama penyempurna bagi ajaran-ajaran pendahulunya, Islam hadir sebagai rahmatan li al-‘alamin, rahmat bagi seisi alam semesta. Maka dari itu, dalam segala aspek, baik itu spiritual ataupun social, Islam merupakan satu satunya metode yang pantas untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari. 
     Makalah ini menggambarkan bagaimana pandangan teologi Sayyid qutb, factor faktor yang mempengaruhi hingga kerangka berfikir beliau yang selama hidupnya telah banyak menelorkan buku-buku yang mampu mewarnai dialektika dalam Islam 

B. Biografi Sayyid Qutb 
     Nama lengkapnya adalah Sayyid Qutb Ibrahim Husain Syadzili. Dia dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1906 M. di kota Asyut, salah satu daerah di Mesir. Dia merupakan anak tertua dari lima bersaudara, dua laki-laki dan tiga perempuan. Ayahnya bernama al-Haj Qutb Ibrahim, ia termasuk anggota Partai Nasionalis Musthafa Kamil sekaligus pengelola majalah al-Liwa salah satu majalah yang berkembang pada saat itu. Qutb muda adalah seorang yang sangat pandai. Konon, pada usianya yang relatif muda, dia telah berhasil menghafal al Qur`an diluar kepala pada umurnya yang ke-10 tahun. Pendidikan dasarnya dia peroleh dari sekolah pemerintah selain yang dia dapatkan dari sekolah Kuttab. Pada tahun 1918 M, dia berhasil menamatkan pendidikan dasarnya. Pada tahun 1921 Sayyid Qutb berangkat ke Kairo untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah. Pada masa mudanya, ia pindah ke Helwan untuk tinggal bersama pamannya, Ahmad Husain Ustman yang merupakan seorang jurnalis. Pada tahun 1925 M, ia masuk ke institusi diklat keguruan, dan lulus tiga tahun kemudian. Lalu ia melanjutkan jenjang perguruannya di Universitas Dar al-‘Ulum hingga memporelah gelar sarjana (Lc) dalam bidang sastra sekaligus diploma pendidikan. Dalam kesehariannya, ia bekerja sebagai tenaga pengajar di Universitas tersebut. Selain itu, ia juga diangkat sebagai penilik pada Kementerian Pendidkan dan Pengajaran Mesir, hingga akhirnya ia menjabat sebagai inspektur. 
     Sayyid Qutb bekerja dalam Kementerian tersebut hanya beberapa tahun saja. Beliau kemudian mengundurkan diri setelah melihat adanya ketidak cocokan terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang pendidikan karena terlalu tunduk oleh pemerintah Inggris. Pada waktu bekerja dalam pendidikan tersebut, beliau mendapatkan kesempatan belajar ke U.S.A untuk kuliah di Wilson’s Teacher College dan Stanford University dan berhasil memperoleh gelar M.A di bidang pendidikann. Beliau tinggal di Amerika selama dua setengah tahun, dan hilir mudik antara Washington dan California. Melalui pengamatan langsung terhadap peradaban dan kebudayaan yang berkembang di Amerika, Sayyid Qutb melihat bahwa sekalipun Barat telah berhasil meraih kemajuan pesat dalam bidang sains dan teknologi, namun sesungguhnya ia merupakan peradaban yang rapuh karena kosong dari nilai-nilai spiritual. Dari pengalaman yang diperoleh selama belajar di Barat inilah yang kemudian memunculkan paradigma baru dalam pemikiran Sayyid Qutb. Atau, bisa juga dikatakan sebagai titik tolak kerangka berfikir sang pembaharu masa depan. 
     M. Abu Zahroh menjelaskan tentang kecenderungan pemikiran manusia yang tidak terlepas dari 4 faktor Pertama, faktor alamiayah karunia Tuhan, seperti kekuatan analisis, hafalan, kemampuan berfikir rasional, kefasehan dan sejenisnya. Kedua, faktor guru-guru yang banyak mempengaruhi keilmuannya. Ketiga, interaksi seseorang dengan kelompok dan majelis tertentu. Keempat, trend pemikiran yang berkembang pada masa kehidupan seseorang tersebut. Sepulangnya dari belajar di negeri Barat, pada tahun 1951 Sayyid Qutb langsung bergabung dalam keangotaan gerakan Ikhwân al-Muslimîn yang dipelopori oleh Hasan al-Banna. Dari organisasi inilah beliau lantas banyak menyerap pemikiran-pemikiran Hasan al-Banna dan Abu al-A’la al-Maududi. 
     Sayyid Qutb memandang Ikhwan alMuslimin sebagai satu gerakan yang bertujuan untuk mewujudkan kembali syari’at politik Islam dan juga merupakan medan yang luas untuk menjalankan Syariat Islam yang menyeluruh. Selain itu, dia juga meyakini bahwa gerakan ini adalah gerakan yang tidak tertandingi dalam hal kesanggupannya menghadang zionisme, salibisme dan kolonialisme. Sepanjang hayatnya, Sayyid Qutb telah menghasilkan lebih dari dua puluh buah karya dalam berbagai bidang. Penulisan buku-bukunya juga sangat berhubungan erat dengan perjalanan hidupnya. Sebagai contoh, pada era sebelum tahun 1940-an, beliau banyak menulis buku-buku sastra yang hampa akan unsur-unsur agama. Hal ini terlihat pada karyanya yang berjudul “Muhimmat al-Syi’r fi al-Hayâh” pada tahun 1933 dan “Naqd Mustaqbal al-Tsaqâfah fî Misr” pada tahun 1939. Pada tahun 1940-an, Sayyid Qutb mulai menerapkan unsur-unsur agama di dalam karyanya. Hal itu terlihat pada karya beliau selanjutnya yang berjudul “al-Tashwîr al-Fanni fi al-Qur`an” (1945) dan “Masyâhid al-Qiyâmah fi al-Qur`an”. Pada tahun 1950-an, Sayyid Qutb mulai membicarakan soal keadilan, kemasyarakatan dan fikrah Islam yang suci menerusi ‘al-Adalah al-Ijtima’iyyah fi al-Islam dan ‘Ma’rakah al-Islam wa ar-Ra’s al-Maliyyah’.
     Selain itu, beliau turut menghasilkan “Fî Zhilâl alQur`ân’” dan “Dirâsat Islâmiyyah”. Semasa dalam penjara, yaitu mulai dari tahun 1954 hingga 1966, Sayyid Qutb masih terus menghasilkan karya-karyanya. Di antara bukubuku yang berhasil ia tulis dalam penjara adalah “Hâdza al-Dîn”, “al-Mustaqbal li Hâdza al-Dîn”, “Khashâ`is al-Tashawwur al-Islâmi wa Muqawwimâtihi’ al-Islâm wa Musykilah al-Hadhârah” dan “Fî Zhilal al-Qur`ân’. Pada tahun 1965, Sayyid Qutb divonis hukuman mati atas tuduhan perencanaan menggulingkan pemerintahan Gamal Abdul Nasher. Menurut sebuah sumber, sebelum dilakukan eksekusi, Gamal Abdul Nasher pernah meminta Sayyid Qutb untuk meminta maaf atas tindakan yang hendak dilakukannya, namun permintaan tersebut ditolak oleh Sayyid Qutb.

C. Pembahasa
1. Kerangka Pemikiran Sayyid Qutb 

     Pada Saat dunia Islam memasuki abad ke-20, kita dapati para tokoh sepeti Hasan alBanna dan Sayyid Quthb di Mesir, Muhammad Iqbal dan Abul A’la Maududi di Pakistan, Imam Khomeini dan Ali Syari’ati di Iran, dan Muhammad Natsir di Indonesia, sebagai penerus dari gerakan pembaharu dalam Islam yang diawali oleh al-Afghani dan Muhammad Abduh. Mereka adalah pemikir-pemikir yang berani melawan penjajah untuk meraih kemerdekaan dengan menggunakan Islam sebagai sumber dalam menentukan kebijakan, maka wajar jika pemikiran mereka sangat ideologis. Melalui proses tersebut, disengaja atau tidak, terjadi pemahaman yang sangat mendasar yang secara tegas dan hitam-putih , memisahkan yang islam dengan yang tidak islam, Sayyid Quthb tumbuh dalam suasana ketika pemikiran rasional yang dirintis oleh Muhammad Abduh mulai berkembang secara luas. Pada saat yang sama, Mesir terlibat dalam perjuangan meraih kemerdekaan dari tangan Inggris, sekaligus terlibat dalam pertempuran melawan Israel dan Palestina. Kondisi ini dipastikan berpengaruh terhadap jati diri dan pola pikir Sayyid Quthb. 
     Sayyid terjun pula dalam perjuangan praktis membela Islam, dan menjadi salah seorang tokoh penting Ikhwan al-Muslimin, sebuah organisasi Islam yang sangat berpengaruh di Mesir hingga saat ini hal itu dibuktikan dengan kemenangan dalam pemilu yan kemudian mursi naik tahta. 
     Selain itu, Sayyid Quthb adalah penentang gigih filsafat dan ideology Barat yang dipandangnya bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam kitabnya yang berjudul “Sayyid Qutb: Khulâshatuhu wa Manhâju Harakâtihi“, Muhammad Taufiq Barakat membagi fase pemikiran Sayyid Qutb menjadi tiga tahap: 
1. Tahap pemikiran sebelum mempunyai orientasi Islam
2. Tahap mempunyai orientasi Islam secara umum
3. Tahap pemikiran berorientasi Islam militan. 

     Pada fase ketiga inilah, Sayyid Qutb sudah mulai merasakan adanya keengganan dan rasa muak terhadap westernisasi, kolonialisme dan juga terhadap penguasa Mesir. Masa masa inilah yang kemudian menjadikan beliau aktif dalam memperjuangnkan Islam dan menolak segala bentuk westernisasi yang kala itu sering digemborgemborkan oleh para pemikir Islam lainnya yang silau akan kegemilingan budayabudaya Barat.
     Dalam pandangannya, Islam adalah aturan yang komprehansif. Islam adalah ruh kehidupan yang mengatur sekaligus memberikan solusi atas problem sosialkemasyarakatan. Al-Qur`an dalam tataran umat Islam dianggap sebagai acuan pertama dalam pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup masyarakat karena telah dianggap sebagai prinsip utama dalam agama Islam, maka sudah menjadi sebuah keharusan jika al-Qur`an dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. 
     Berdasar atas asumsi itulah, Sayyid Qutb mencoba melakukan pendekatan baru dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an agar dapat menjawab segala macam bentuk permasalahan. Adapun pemikiran beliau yang sangat mendasar adalah keharusan kembali kepada Allah dan kepada tatanan kehidupan yang telah digambarkan-Nya dalam al-Quran, jika manusia menginginkan sebuah kebahagiaan, kesejahteraan, keharmonisan dan keadilan dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Meski tidak dipungkiri bahwa al-Qur`an telah diturunkan sejak berabad-abad lamanya di zaman Rasulullah dan menggambarkan tentang kejadian masa itu dan sebelumnya sebagaimana yang terkandung dalam Qishash al-Qur`an, namun ajaranajaran yang dikandung dalam al-Qur`an adalah ajaran yang relevan yang dapat diterapkan di segala tempat dan zaman. Maka, tak salah jika kejadian-kejadian masa turunnya al-Qur`an adalah dianggap sebagai cetak biru perjalanan sejarah umat manusia pada fase berikutnya. Pemerintahan mesir yang terkesan sekuler pada saat itu, Quthb memberikan solusi dengan menyodorkan Islam sebagai satu-satunya ideology yang Sholih li kulli zaman wal makan, menurutnya Islam mempunyai jawaban untuk segala problem social dan politik, selain itu islam juga memiliki konsep untuk menciptakan masyarakat yang harmonis.
     Maka dari itu, menurut Sayyid Qutb, Islam harus menguasai pemerintahan guna menjamin kesejahteraan yang merata, dan memberikan bimbingan dalam hal hal kebijaksanaan umum, serta berusaha melaksanakan pandangan pandangan dan nilai nilainya. Karena Suatu ideology tidak dapat dilaksanakan dalam kehidupan, kecuali apabila diwujudkan dalam suatu system social khusus dan ditranformasikan menjadi undang-undang yang menguasai kehidupan. Dalam pandangan Sayyid Qutb, Islam adalah way of life yang komprehansif. Islam adalah ruh kehidupan yang mengatur sekaligus memberikan solusi atas problem social kemasyarakatan. Al-Qur`an dalam tataran umat Islam dianggap sebagai acuan pertama dalam pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup masyarakat karena telah dianggap sebagai prinsip utama dalam agama Islam, maka sudah menjadi sebuah keharusan jika al-Qur`an dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. 
     Berdasar atas asumsi itulah, Sayyid Qutb mencoba melakukan pendekatan baru dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an agar dapat menjawab segala macam bentuk permasalahan. Secara tegas Sayyid Qutb menyatakan bahwa menggunakan akal sebagai tolok ukur satu-satunya dalam memahami nash nash Al-qur’an tentang peristiwa-peristiwa alam, sejarah kemanusiaan, dan hal-hal gaib, berarti menggunakan sesuatu yang terbatas terhadap perbuatan-perbuatan Tuhan, Allah yang maha mutlak lagi tidak terbatas. Selain itu, Islam merupakan satu satunya ideology yang konstruktif dan positif, lebih sempurna dari agama Kristen dan komunisme, yang melampaui semua tujuan mereka dalam mencapai keseimbangan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam bukunya Mu’allim fi Al-thariq ia menjelaskan tujuan politik yaitu menciptakan keselarasan antara hukum Tuhan dan hukum alam dan menyingkirkan segala pertikaian, karena Islam menginginkan kepemimpinan yang lurus, kebaikan dan kesejahteraan Ummat. Sedangkan visi politik dalam pandangan Sayyid Qutb adalah :
(1) Politik tiada lain adalah menciptakan keserasian Ilahiah dan dunia, dan 
(2) Berpolitik berarti menangkap secara intuitif pengetahuan tentang kebenaran mutlak.
      Dalam bukunya Al-Adalah al-Ijtimaiyyah fi al-Islam (Keadilan Sosial dalam Islam) Qutb tidak menafsirkan Islam sebagai sistem moralitas yang usang. Tetapi, ia adalah kekuatan sosial dan politik konkret di seluruh dunia Muslim. Di sini Qutb melawan Ali Abd alRaziq dan Taha Hussein yang menyatakan bahwa Islam dan politik itu tidak bersesuaian. 

D. Kesimpulan 
     Apakah Sayyid Qutb menyadari implikasi pemikiran yang digagasnya. Fenomena radikalisme keagamaan, kekerasan, maupun teror yang terjadi di dunia Islam sekarang ini dipandang oleh banyak pakar memiliki latar pemikiran sebagaimana yang difahami oleh Qutb, pada sebagian kasusnya untuk tidak mengatakan semuanya. 
     Yang perlu dipahami adalah bahwa sebuah pemikiran ketika muncul dalam masyarakat, terdistribusi dalam jaringan sosialnya memiliki implikasi atau efek sosial yang tidak selalu sesuai dengan keinginan atau harapan pemikirnya. Di satu sisi kita tidak dapat menyerahkan semua tanggung jawab fenomena yang muncul sekarang ini kepada Qutb sebagai pemikir yang dirujuk sebagai referensi ideologis yang radikalisme, bahkan disebut sebagai godfathernya radikalisme Islam
     Pada sisi lain kita perlu memahami konteks sosial politik yang melahirkan ideologi radikalisme itu. larisnya ide yang menuduh fasik, takfir dan yang semacamnya karena suasana mencekam yang dialami gerakan Islam dimana para da’inya terancam tiang gantungan, penjara dan penindasan, sementara pintu pihak yang sekularis, sosialis, komunis yang memusuhi Islam terbuka lebar. 
     Pada situasi seperti inilah pemikiran Qutb mendapatkan momentumnya, dipengaruhi dan mempengaruhi situasi yang ada. Semua masyarakat Islam, hanya dapat dibangun menurut ajaran-ajaran syariat. Hanya syariatlah yang mampu menjamin kemerdekaan dan keadilan bagi semua orang beriman. Bagi Qutb selama terdapat orang atau kelompok yang membuat perundangan bagi orang lain, persamaan mutlak dan martabat tidak dapat dilaksanakan. Syariat bagi pandangan Qutb tidak terlepas dari perintah-perintah, hukum-hukum dan prinsip-prinsip pemerintahan. Syariat Tuhan berarti segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Tuhan untuk mengatur kehidupan Manusia. Syariat mencakup pokok-pokok moralitas iman, pokok-pokok pengelolaan keadilan, dan perilaku manusia maupun pokok-pokok pengetahuan. 
        Syariat juga menyangkut tentang semua aspek sosial, ekonomi, politik, etika, intelektual maupun estetika kehidupan Menurut Sayyid Qutb pemerintah demokrasi pada hakikatnya adalah pemegang amanat rakyat untuk menjalankan syariah. Pemimpin dipilih oleh rakyat yang paham Islam dengan cara voting. Meskipun seperti demokrasi Sayyid Qutb tidak setuju dengan demokrasi sepenuhnya. Demokrasi harus tertetap berada dibawah tuntunan syariat. 

E. Kritik Penulis Terhadap Pemikiran Sayyid Qutb 
     Kalau kita melihat bagaimana latar belakang Sayyid Qutb berfikir sehingga cenderung lebih radikal, dan mengapa menyebabkan mereka berfikir seperti itu, bagaimanapun Sayyid Qutb lahir di Mesir, dibawah pemerintahan Gamal Abdul Naser, Qutb tidak pernah menikah, hidup dipenjara dan menulis di penjara, sehingga tulisan-tulisan Qutb lebih radikal, karena menulis dalam kondisi yang tertekan oleh penguasa. Kondisi zaman pada masa hidup Sayyid yang mewarnai pemikiran-pemikiran Quthb. 
     Sehingga, kita tidak akan dapat memahami pemikiran Sayyid jika tidak memahami kondisi zaman saat Sayyid hidup Penulis melihat bahwa Pemikiran Sayyid Qutb memiliki akar-akar yang terinspirasi dari tokoh-tokoh lain, tidak murni berasal dari pemikirannya saja, sehingga ia bisa jadi radikal. Qutb dipengaruhi pemikirannya oleh Al-maududi. Konsep jahiliyah dielaborasi secara lebih radikal dari pemikiran Abul Hasan An-Nadwi (dan atau juga Al-Maududi). Pengaruh besar Al-Maududi dapat dilacak dalam pada kutipan panjang Qutb terhadap risalah Jihad Al-Maududi ketika Qutb menafsirkan surat Al-Anfal dalam Zhilal. Bukubuku Al-Maududi yang lain semisal Prinsip-prinsip Islam, Islam dan Jahiliyyah, Empat Terminologi Al Qur’an seringkali dirujuk oleh Sayyid Qutb dalam karya-karyanya. Radikalime pemikiran Qutb menurut penulis adalah pengaruh yang dominan bukan saja dari Almaududi, tapi bagimana ia hidup dimesir dibawah rezim yang otoriter, tidak memberikan Qutb berfikir dan bebas, sehinnga keinginan Qutb untuk menegakkan syariat islam ketika itu karena Qutb merasakan betul ketika penguasanya membungkam aktifitas dan pemikiran untuk mendirikan negara Islam. 
     Pemikiran Qutb, bagaimana revolusi untuk mengembalikan kedaulatan Tuhan, inilah yang kemudian juga menginspirasi Qutb yang mengatakan menjalankan pemerintahan Negara tanpa syariat Islam sama dengan jahiliyah, pemikiran yang sangat radikal sekali, sehingga Qutb digantung karena melawan penguasa Gamal Abdul Naser yang jahiliyah karena memerintah tidak berdasarkan pada kedaulatan Tuhan. 

F. Tinjaun Ontologi 
     Sayyid Quthb menyeru kepada umat agar kembali kepada aqidah salafush shalih. Pemikiran beliau sendiri adalah pemikiran yang bersih dari noda. Pemikirannya terfokus pada tema tauhid yang murni, penjelasan makna hakiki La ilaha illallah, penjelasan sifat hakiki iman seperti disebutkan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Dalam banyak bukunya, beliau menekankan pentingnya masalah hakimiyah dan loyalitas hendaknya murni hanya untuk Allah semata Quthb juga menyeru kepada umatnya untuk :
1. Menghilangkan jurang yang dalam antara kaum muslimin sekarang ini dengan alQur’an dan menembus penghalang tebal antara hati dan al-Qur an 
2. Mengenalkan kepada kaum muslimin sekarang ini pada fungsi amaliyah harakiyahal Qur’an. 
3. Membekali orang Muslim sekarang ini dengan petunjuk amaliah tertulis menuju ciriciri Islami yang Qur’ani. 
4. Mendidik orang muslim dengn pendidikan Qur’ani yang integral; membangun kepribadian yang Islam yang efektif , menjelaskan karakteristik dan ciri-cirinya, factor-faktor pembentukan dan kehidupannya. 
5. Menjelaskan ciri-ciri masyarakat Islami yang di bentuk oleh al- Qur’an, mengenalkan asas-asas yang menjadi pijakan masyarakat Islami, menggariskan jalan yang bersifat gerakan dan jihad untuk membangunnya 

G. Tinjauan axiologi 
     Substansi muatan aqidah yang menjadi pokok pembicaraan Qutb adalah pengabdian total (ibadah), penyembahan kepada Allah. Bahwa manusia harus mengetahui tuhan mereka yang benar, kemudian menyerahkan diri secara total semata-mata kepada-Nya, dan mengeliminasi semua “ketuhanan” manusia. Allah bukan semata-mata penguasa alam semesta tetapi juga pemilik kedaulatan; sehingga pengakuan “tiada tuhan selain Allah” bermakna bahwa hanya Allah sajalah penguasa sesungguhnya semesta raya, hanya Allah saja pemegang kedaulatan, semata mengabdi kepada-Nya dan mempraktekkan hukum-hukum-Nya. Hilangnya makna-makna ini dalam kehidupan merupakan indikasi jahiliyah, dalam pandangan Qutb. Kejahiliyahan pada prinsipnya berporos “penuhanan” atau penyembahan selain Allah pada hak untuk menentukan konsepsi dan nilai, peraturan dan perundangan, sistem dan solusi. 
     Praktisnya dalam pemahaman tentang penyembahan kepada manusia mencakup sisi-sisi penerimaan konsepsi ideologi sampai bentuk pemerintahan sekuler yang menentang syari’ah. Atau secara teologis, penekanan Qutb adalah pada sisi hakimiyah dari uluhiyah Allah SWT. Pada penilainnya masyarakat jahiliyah di era modern ini mencakup hampir seluruh dunia, baik di Barat atau Timur, bahkan termasuk masyarakat muslim kontemporer. Parameter utama indikasi kejahiliyahan itu adalah tidak adanya praktek penegakkan kedaulatan Allah di dalam kehidupan mereka. Bagi Qutb, antara Islam dan jahiliyah adalah oposisi biner yang tidak dapat dipersatukan. Kalau tidak Islam pasti jahiliyah. Jika jahiliyah maka tidak Islam.

H. Tinjauan epistimologis 
     Sebagaimana tradisi kaum muslimin di Arab , sejak kecil Sayyid Quthb dididik secara ketat oleh kedua orang tuanya. Hasilnya cukup bisa dibanggakan. Belum genap berusia 10 tahun, Quthb telah hafal Al-Qur’an. Kemampuannya tersebut sesuai dengan harapan ibunya, Quthb menulis, “Harapan terbesar ibu adalah agar Allah berkenan membuka hatiku, hingga aku bisa menghafal Al-Qur’an dan membacanya di hadapan ibu dengan baik. Sekarang aku telah hafal, dengan begitu aku telah menunaikan sebagian harapan ibu.” Sayyid Quthb adalah seorang penyeru teologi pembebasan karena ia memiliki visi yang jelas mengenai hubungan antara sabda Tuhan dengan realitas sosial. 
     Menurut Quthb, masyarakat yang baik hanya bisa terwujud melalui partisipasi manusia dalam alur sejarah. Quthb tertarik pada penafsiran Islam yang mempertimbangkan isu-isu keadilan dan penindasan dan memberikan mekanisme yang bisa dijalankan untuk meluruskan ajaran dan menyembuhkan penyakit sosial. Quthb menegaskan bahwa hakikinya tugas keimanan adalah menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia, keadilan dalam arti yang sesungguhnya di setiap keadaan dan kesempatan; memberikan mereka yang berhak haknya. Dalam hal ini, Ikhwanul Muslimin gerakan revivalis dengan tekanan kuat pada kebajikan Islam sebagai usaha untuk mempersatukan keimanan privat (pribadi) dan ideologi publik (umum) yang menjadi kendaraan Quthb demi memfasilitas misi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Bahtiar, Teologi Baru Politik Islam. Pertautan Agama, Negara dan Demokrasi. Galang Press 2001 
Ali Rahnoma (ed), Ilyas Hasan (terj), Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung; Mizan, 1995). Ali Hasan Al’ard, Sejarah dan Metodologi, Tafsir terjemah, Ahmad Akram, (Jakarta; Raja Grafindo, 1994). 
Esposito (ed) Bakri Siregar (ter j), Dinamika kebangunan Islam, , (Jakarta; Jakarta Press, 2007). 
K. Salim Bahnasawi, Terj. Abd. Hayyi al-Kattani, dkk,”Butir-Butir Pemikiran Sayyid Quthb Menuju Pembaruan Gerakan Islam” (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 
M.Abu Zahroh, Asy-Syafi’I : Hayatuhu wa ‘Asruhu, Ara’uhu wa Fiqhuhu (Kairo: Dar alFikr al-Arabi 1948), Munawwir Syadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, sejarah dan pemikiran, (Jakarta; UI Press, 1990). 
Sayyid Quthub, Tafsir Juz ‘Amma, (Lebanon; Dar al-Falah, 1967). www.nu.or.id minggu, tanggal 15 maret 2017, pk. 21.00

Tag : study
0 Komentar untuk "TEOLOGI SAYYID QUTHB "

Back To Top