LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Telaah Kurikulum
Dosen Pembimbing : Dr. Baskoro Adi Prayitno,S.Pd.,M.Pd.
Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Landasan Pengembangan Kurikulum”.
Penyusunan makalah ini merupakan satu syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Telaah Kurikulum.
Tak lupa juga, penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah memberikan saran dan dukungan terhadap penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari tanpa bantuan mereka, penulis tidak dapat menyelesaikan
resensi ini dengan baik. Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1.
Bapak Dr. Baskoro Adi Prayitno,S.Pd.,M.Pd.,
Dosen Telaah Kurikulum Universitas Sebelas Maret (UNS)
2.
Kedua orang tua penulis yang telah
memberikan do’a restu serta dorongan moril selama penulis menuntut ilmu.
3.
Kepada teman-teman Pendidikan
Biologi Universitas Sebelas Maret (UNS) angkatan .......... yang telah memberikan
dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, ...........................
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..........................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ..............................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah
.........................................................................................
2
C.
Tujuan ..........................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembahasan
..................................................................................................
3
BAB III PENUTUP
A.
Simpulan
.....................................................................................................
18
B.
Saran
...........................................................................................................
18
DAFTAR
PUSTAKA .........................................................................................
19
BAB I
PENDAHULUAN
D.
Latar Belakang
Kurikulum memegang peranan strategis dalam dunia pendidikan di mana hal
ini tidak terlepas dari peran kurikulum sebagai penentu arah, isi, acuan dalam
melaksanakan proses pendidikan, seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada
kurikulum agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Zaman terus mengalami
perubahan seiring waktu sehingga kurikulum pun juga harus bersifat dinamis dan
dapat menyesuaikan dengan perubahan. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum
penting untuk dilakukan dengan cara melakukan perbaikan dan penyempurnaan
kurikulum dari waktu ke waktu.
Mengingat peranan kurikulum dalam pendidikan sangat penting maka penyusunan
kurikulum harus mengacu pada landasan yang kokoh dan kuat. Landasan adalah
dasar tempat berpijak atau tempat memulai suatu tindakan. Di dalam bahasa
Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation,
yang dalam bahasa Indonesia berarti fondasi. Bagian terpenting untuk memulai
atau mengawali sesuatu disebut fondasi. Menurut
(Wojowarsito, 1972) menyatakan bahwa landasan adalah alas, fondasi, dasar, petunjuk, atau sumber. Landasan
ini diperlukan untuk menyusun kurikulum (kurikulum ideal), sebagai dasar
pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (terdiri dari para pengawas
pendidikan, guru, dan pihak lain yang terkait dengan pengelolaan pendidikan),
dan sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap penerapan
kurikulum di setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Penyusunan dan pengembangan kurikulum harus didasarkan pada berbagai
pertimbangan atau landasan agar dapat dijadikan dasar pijakan dalam
menyelenggarakan proses pendidikan sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Di
dalam pengembangan kurikulum juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang akan
digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum karena prinsip-prinsip ini
merupakan kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Landasan
pengembangan kurikulum harus kokoh dan kuat agar tidak terombang-ambing
sehingga dapat menjadi pijakan kuat dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu, penulis menyusun makalah mengenai landasan pengembangan
kurikulum dengan harapan dapat memberikan wawasan mengenai landasan
pengembangan kurikulum.
E.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan landasan
pengembangan kurikulum?
2.
Bagaimana landasan-landasan di
dalam melaksanakan pengembangan kurikulum?
3.
Bagaimana prinsip-prinsip di dalam
melaksanakan pengembangan kurikulum?
F.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian landasan
pengembangan kurikulum.
2.
Mengetahui landasan-landasan di
dalam melaksanakan pengembangan kurikulum.
3.
Mengetahui prinsip-prinsip di
dalam melaksanakan pengembangan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembahasan
1.
Pengertian Landasan Pengembangan
Kurikulum
Landasan
adalah dasar tempat berpijak atau tempat memulai suatu tindakan. Di dalam
bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia berarti fondasi. Bagian
terpenting untuk memulai atau mengawali sesuatu disebut fondasi. Menurut (Wojowarsito,
1972) menyatakan bahwa landasan adalah alas, fondasi, dasar, petunjuk, atau sumber.
Menurut Hornby c.s dalam “The Advance Learner’s Dictionary of Current English” menyatakan
bahwa landasan sebagai berikut :
“Foundation … that on which an idea or belief rest; an underlying principle‟s
as the foundations of religious belief; the basis or starting point…”. Jadi
menurut Hornby landasan adalah suatu ide atau kepercayaan yang menjadi dasar
atau sandaran, suatu prinsip yang mendasar, contoh seperti landasan kepercayaan
agama atau titik tolak. (Mudyahardjo,
2001)
Kata ”pengembangan” secara etimologi memiliki arti
proses atau perbuatan mengembangkan. Secara istilah, kata pengembagan memiliki
arti suatu tindakan yang membuat alat atau cara yang baru dan selama tindakan
ini dilakukan juga memerlukan penilaian dan penyempurnaan. (Sutopo & Soemanto, 1993)
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dengan demikian, landasan pengembangan kurikulum dapat
diartikan sebagai suatu gagasan, suatu pemikiran, atau prinsip yang menjadi dasar
atau titik tolak dalam upaya mengembangkan kurikulum. Peran landasan
pengembangan kurikulum sangat penting sehingga pengembangan kurikulum harus
memiliki fondasi yang kuat agar tidak mudah terombang-ambing dan pelaksanaannya
dapat dipertanggungjawabkan. Pengembangan kurikulum merupakan suatu siklus yang
tidak pernah ada awal dan akhir. Pengembangan kurikulum tertumpu pada empat
komponen kurikulum yaitu tujuan, materi atau isi, strategi, dan evaluasi.
2.
Macam-Macam Landasan Pengembangan
Kurikulum
Terdapat
beberapa pendapat mengenai landasan atau asas dalam pengembangan kurikulum.
Asas kurikulum menurut Nana Sudjana terdiri dari asas filosofis, asas
sosial-budaya, dan asas psikologis. Sedangkan asas kurikulum menurut Nana
Syaodih Sukmadinata terdiri dari asas filosofis, asas psikologis, asas sosial
budaya, dan asas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara umum,
landasan pokok dalam pengembangan kurikulum dapat dikelompokkan ke dalam empat
jenis yaitu : landasan fisiologis, landasan psikologis, landasan sosiologis,
dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
a.
Landasan
Fisiologis
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani
kuno yaitu philosophia (philore yang berarti cinta atau suka dan
Sophia yang berarti kebenaran atau
kebaikan). (Arifin, 2012) seseorang dapat mengetahui kebijakan dan berbuat bijak jika orang
tersebut berpengetahuan di mana pengetahuan tersebut didapatkan dari proses
berpikir filsafat yang berarti berpikir secara sistematis, logis, dan mendalam.
Berpikir filsafat berarti berpikir
secara menyeluruh, sistematis, logis dan radikal. Filsafat bukan hanya sekedar
pengetahuan melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik
pengetahuan itu sendiri. Filsafat menggunakan pola pikir sadar dan cermat
sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku (sistematis) ; menggunakan logika
sedalam-dalamnya (logis); dan berpikir kritis sampai ke akar-akarnya (radikal).
(Arifin, 2012)
Terdapat tiga sistem pemikiran filsafat
yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan
pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. (Mudyahardjo, 2001)
Implikasi filsafat pendidikan idealisme, realisme, dan progresivisme adalah
sebagai berikut :
Implikasi filsafat pendidikan idealisme
adalah sebagai berikut:
1)
Tujuan: Pembentukan karakter, mengembangkan
bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial;
2)
Kurikulum: Kurikulum pendidikan
liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh
pekerjaan;
3)
Metode: Diutamakan metode
dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan;
4)
Peserta didik bebas untuk
mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya;
5)
Pendidik bertanggungjawab dalam
menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam. (Power, 1982)
Implikasi filsafat pendidikan realisme
adalah sebagai berikut:
1)
Tujuan: Penyesuaian hidup dan
tanggung jawab sosial;
2)
Kurikulum: Kurikulum komprehensif
mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan
praktis;
3)
Metode: Belajar tergantung pada
pengalaman baik langsung atau tidak langsung, menggunakan metode logis dan
psikologis dengan metode pokok Stimulus-Respon.
4)
Peran peserta didik adalah
menguasai pengetahuan dengan handal dapat dipercaya, disiplin mental dan moral.
5)
Peranan pendidik adalah menguasai
pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi
peserta didik. (Power, 1982)
Implikasi filsafat pendidikan realisme
adalah sebagai berikut:
1)
Tujuan: Siswa memperoleh
pengalaman yang berguna untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dalam
kehidupan invididual atau kelompok (Pertumbuhan sepanjang hidup);
2)
Kurikulum: Kurikulum yang berisi
pengalaman, minat, dan kebutuhan anak;
3)
Metode: Belajar dengan metode
pemecahan masalah.
4)
Peran peserta didik dan peran
pendidik adalah peserta didik merupakan organisme yang rumit dan dapat tumbuh .Peranan
pendidik adalah membimbing dan mengawasi pengalaman belajar peserta didik. (Mudyahardjo, 2001)
Filsafat sebagai salah satu landasan
pengembangan kurikulum memiliki arti bahwa penyusunan kurikulum seharusnya
mengacu pada falsafah bangsa yang dianut. Prinsip-prinsip ajaran filsafat suatu
bangsa menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum. Sebagai contoh di negara
Indonesia menganut ideologi Pancasila, maka filsafat pendidikan Pancasila
menjadi acuan dalam penyusunan kurikulum di Indonesia. Dasar dan arah
penyusunan dan pengembangan kurikulum menggunakan filsafat dan pelaksanaannya
melalui pendidikan. Negara-negara dengan filsafat yang berbeda akan menyebabkan
arah pengembangan kurikulum yang berbeda pula sesuai dengan filsafat yang
dianut negara tersebut. (Dakir, 2004)
Fungsi strategis dari filsafat dalam
pengembangan kurikulum antara lain adalah : 1) Filsafat sebagai penentu arah
tujuan pendidikan. 2) Filsafat sebagai penentu konten atau materi pelajaran
yang harus diberikan dalam pembelajaran. 3) filsafat sebagai penentu strategi
untuk mencapai tujuan pendidikan. 4) filsafat sebagai penentu tolok ukur
keberhasilan proses pendidikan. (Sanjaya, 2009)
b.
Landasan
Psikologis
Di dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antar individu yang membutuhkan sikap saling pengertian dan
pemahaman sehingga psikologi secara umum sangat membantu. Keunikan dan
perbedaan yang sangat mendasar antara masing-masing individu dalam hal bakat
dan minat maupun potensi juga membutuhkan pemahaman psikologis. Peranan
psikologi dalam studi kurikulum memiliki dua bentuk yaitu pertama sebagai model
konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan sedangkan
yang kedua yaitu berisi berbagai metodologi yang dapat diadaptasi untuk
penelitian pendidikan. (Idi, 2010)
Pendidikan dan pembelajaran adalah upaya untuk mengubah perilaku
manusia, akan tetapi tidak semua perubahan perilaku manusia atau peserta didik
mutlak sebagai akibat dari intervensi program pendidikan. Perubahan perilaku
peserta didik dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar program
pendidikan atau lingkungan. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan
berhubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Kurikulum
diharapkan dapat menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan potensial menjadi
kemampuan aktual peserta didik serta kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki
dalam waktu yang relatif lama.
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal
dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan
peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat
dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Pemahaman tentang peserta didik sangat penting dalam pengembangan
kurikulum. Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik, diharapkan upaya
pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik
penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang
harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian
dari segi evaluasi pembelajaran.
Pendekatan terhadap belajar berdasarkan satu teori tertentu merupakan
asumsi yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya berkaitan dengan
aspek-aspek dan akibat yang mungkin ditimbulkannya. Sedikitnya ada tiga jenis
teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh terhadap
pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya. Teori belajar tersebut
adalah: (1) Teori psikologi kognitif (kognitivisme), (2) teori psikologi
humanistic, dan (3) teori psikologi behavioristik.
1. Teori Psikologi Kognitif
(Kognitivisme)
Teori psikologi kognitif atau biasa
dikenal sebagai cognitif gestalt field merupakan teori belajar yang bersumber dari Gestalt Field yang
berpendapat bahwa proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau
mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru
dalam menggunakan unsur-unsur yang ada di lingkungan, termasuk struktur
tubuhnya sendiri. Pemahaman atau insight merupakan citra dari atau
perasaan tentang pola-pola atau hubungan. Belajar merupakan usaha untuk
mengembangkan pemahaman tingkat tinggi.
Teori belajar kognitif memandang
manusia sebagai pelajar yang yang aktif yang memprakarsai pengalaman, mencari
dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa yang
telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru. Menurut Piaget terdapat empat faktor yang mendasari seseorang membuat pemahaman, yaitu :
a. Kematangan, yaitu saatnya seseorang
siap melaksanakan suatu tugas perkembangan
tertentu.
b. Aktivitas, adalah kemampuan untuk
bertindak terhadap lingkungan dan belajar darinya.
c. Pengalaman sosial, proses belajar
dari orang lain atau interaksi dengan orang-orang yang ada di sekitar kita
d. Ekuilibrasi adalah proses terjadinya
perubahan-perubahan aktual dalam berpikir. (Piaget, 1970)
2. Teori Psikologi Behavioristik (Stimulus-Respon Theory)
Teori ini berpendapat bahwa individu
tidak memiliki atau membawa potensi apa-apa sejak lahir. Perkembangan anak
ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Lingkungan akan
membentuk perkembagan anak seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan menekankan
pada pengaruh faktor eksternal pada diri individu. Menurut teori ini, kehidupan
ini tunduk kepada hukum stimulus–respon atau aksi-reaksi. Belajar adalah upaya
membentuk hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya. Tokoh utama dari teori
ini adalah Edward L. Thorndike.
Peranan guru dalam proses belajar
mengajar berdasarkan teori psikologi behavioristik adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam
rumusan yang spesifik.
2) Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar.
Bentuk-bentuk kompetensi yang diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara
spesifik dalam tahap-tahap kecil. Penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap
ini sebagai tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar.
3) Mengidentifikasi reinforce yang memadai. Reinforce dapat
berbentuk mata pelajaran, kegiatan belajar, perhatian dan pengharagaan, dan
kegiatan-kegiatan yang dipilih siswa.
4) Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah
pola perilaku yang dikehendaki. (Suyitno, 2007)
3. Teori Psikologi Humanistik
Tokoh teori ini adalah Abraham H.
Maslow dan Carl R. Roger. Teori ini berpandangan bahwa perilaku manusia itu
ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan bukan oleh faktor
lingkungan. Karena itu teori ini disebut juga dengan “self theory”. Manusia
yang mencapai puncak perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan
dirinya, mampu mengembangkan potensinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna,
dan berfungsi atau full functioning person. Belajar melibatkan faktor
intelektual dan emosional. Aliran ini percaya bahwa dorongan untuk belajar
timbul dari dalam diri sendiri. (Suyitno, 2007)
Peran guru sebagai fasilitator di dalam
teori ini adalah membantu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan
positif; membantu siswa mengeksplor pengetahuan yang ingin dipelajari; membantu siswa mengembangkan dorongan kekuatan
belajar; dan menyediakan fasilitas-fasilitas sumber belajar.
c.
Landasan
Sosiologis (Sosio-Budaya)
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang
berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
Perlunya landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum adalah karena
anak-anak berasal dari masyarakat, memperoleh pendidikan formal maupun
nonformal dalam lingkungan masyarakat, dan diharapkan dapat hidup bersama
masyarakat. Sehingga segala sesuatu dalam masyarakat, mulai dari budaya hingga
karakteristiknya harus menjadi dasar dalam pengembangan kurikulum.
Pendidikan apabila dipandang dari sosiologi merupakan sebuah proses
mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan,
pendidikan adalah proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antropologi,
pendidikan adalah “enkulturasi” atau pembudayaan. “Dengan pendidikan, kita
tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap
masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu membangun
masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat
tersebut” (Sukmadinata,
1997)
Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang
diharapkan maka kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka
mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di
masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai mahluk yang
berbudaya.
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka
sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda, atau suatu kelompok individu yang
terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan
kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan
sendiri-sendiri. Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau
gagasan, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan
nilai yang telah disepakati oleh masyarakat. Dengan demikian yang membedakan
masyarakat satu dengan yang lain adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi
bahwa apa yang menjadi keyakinan seseorang dan reaksi seseorang terhadap
lingkungannya sagat tergantung kepada kebudayaan lingkuagan seseorang iru
hidup.
Menurut (Daoed, 1978), terdapat
tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses
pendidikan, yaitu: logika, estetika, dan etika. Logika adalah aspek pengetahuan
dan penalaran, estetika berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan etika
berkaitan dengan aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah
nilai-nilai yang bersumber pada logika (pikiran). Sebagai akibat dari kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan
manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga
tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat
mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat. Di dalam konteks inilah kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan
tuntutan masyarakat. Untuk dapat menjawab tuntutan tersebut bukan hanya
pemenuhan dari segi isi kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan
dan strategi pelaksanaannya.
Penerapan teori, prinsip, hukum,
dan konsep-konsep yang terdapat dalam
semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai
oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya. Pengembangan kurikulum hendaknya
memperhatikan kebutuhan masyarakat dan perkembangan masyarakat. Calhoun, Light,
dan Keller (1997) memaparkan tujuah fungsi sosial pendidikan, yaitu:
1) Mengajar keterampilan.
2) Mentransmisikan budaya
3) Mendorong adaptasi lingkungan.
4) Membentuk kedisiplinan.
5) Mendorong bekerja berkelompok.
6) Meningkatkan perilaku etik, dan
7) Memilih bakat dan memberi
penghargaan prestasi.
(Keller, 1997)
Pengembangan
kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal.
Akan tetapi pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan
individu dan keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat.
Selain pendidikan
yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum, terdapat pula pendidikan yang
bermuatan kebudayaan khusus, yaitu untuk aspek-aspek kehidupan tertentu dan
berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional. Setiap daerah di Indonesia
memiliki karakteristik sosial budaya yang khas, beragam, dan harus dijaga
kelestariannya. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum sekolah harus
mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dalam menetapkan materi
kurikulum muatan lokal.
Gagasan
pemerintah untuk merealisasikan pengembangan kurikulum muatan lokal tersebut
yang dimulai pada sekolah dasar, telah diwujudkan dalam Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang
Penerapan Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul dengan penjabaran pelaksanaannya
dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No.
173/C/Kep/M/1987 Tanggal 7 Oktober 1987. Di dalam sambutannya Mendikbud
menyatakan: “Dalam hal ini harus diingat bahwa adanya “muatan lokal‟ dalam
kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya semata-mata.
Semua anak berhak mendapat kesempatan guna lebih terlibat dalam mobilitas yang
melampaui batas lingkungannya sendiri” (Sulo, 2000)
d.
Landasan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Ilmu pengetahuan adalah seperangkat
pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau
penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk
memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak
bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang
dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh
penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates,
Aristoteles, John Dewey, Archimides, dan lain-lain.
Seiring
dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) secara langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula terhadap pendidikan. Kegiatan
pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri
seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan
alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan,
apalagi di saat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih,
menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang memadai dari para
guru dan pelaksana program pendidikan lainnya. Pengembangan kurikulum harus
berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi karena pendidikan merupakan
upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang
semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi atau materi
pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem
evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali
peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan
3.
Prinsip-Prinsip Pengembangan
Kurikulum
Prinsip-prinsip yang
akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum merupakan kaidah-kaidah atau
hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam
pengembangan kurikulum dapat bersumber dari prinsip yang telah berkembang di
kehidupan sehari-hari atau dapat pula bersumber dari ciptaan prinsip-prinsip
baru. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dibagi menjadi dua kelompok yaitu
prinsip umum (terdiri dari prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas,
praktis, dan efektivitas) dan prinsip khusus (prinsip yang berkenaan dengan tujuan
pendidikan, prinsip yang berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip
yang berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip yang berkenaan
dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip yang berkenaan dengan pemilihan
kegiatan penilaian). (Sukaya, 2010)
Lima prinsip umum dalam
pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut (Sukaya, 2010):
1)
Prinsip Relevansi
Kurikulum secara internal mempunyai
relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, dan
evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebut
mempunyai relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi
epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta
tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2)
Prinsip Fleksibilitas
Prinsip fleksibilitas dalam pengembangan
kurikulum berusaha agar pelaksanaan pengembangan kurikulum menghasilkan
kurikulum yang bersifat luwes dan fleksibel yang memungkinkan ada penyesuaian
terhadap situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang serta
kemampuan dan latar belakang peserta didik yang beragam dan berkembang.
3)
Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas di dalam pengembangan
kurikulum mengupayakan untuk menciptakan kesinambungan dalam kurikulum, baik
secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang
disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam
tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan
dengan jenis pekerjaan.
4)
Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi adalah prinsip yang mengusahakan
agar dalam pengembangan kurikulum dapat menggunakan waktu, biaya, dan
sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga dapat
diperoleh hasil yang memadai.
5)
Prinsip Efektivitas
Prinsip efektivitas adalah prinsip yang
mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa
kegiatan yang mubazir atau sia-sia, baik secara kualitas maupun kuantitas. (Sukaya, 2010)
BAB III
PENUTUP
C.
Simpulan
Landasan pengembangan
kurikulum adalah suatu gagasan, suatu pemikiran,
atau prinsip yang menjadi dasar atau titik tolak dalam upaya mengembangkan
kurikulum. Landasan pengembangan kurikulum disusun dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu dan harus bersifat kokoh dan kuat sehingga
dapat dijadikan pijakan yang kuat bagi pengembangan kurikulum. Secara umum,
landasan pokok dalam pengembangan kurikulum dapat dikelompokkan ke dalam empat
jenis yaitu landasan fisiologis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan
landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Di dalam pengembangan
kurikulum juga memperhatikan prinsip-prinsip tertentu yang akan menjiwai
kurikulum. Prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum terdiri dari prinsip
umum (terdiri dari prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas,
praktis, dan efektivitas) dan prinsip khusus (prinsip yang berkenaan dengan
tujuan pendidikan, prinsip yang berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip
yang berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip yang berkenaan
dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip yang berkenaan dengan pemilihan
kegiatan penilaian).
D.
Saran
Di dalam pengembangan
kurikulum hendaknya pihak terkait menggunakan landasan yang kokoh dan kuat dan
prinsip-prinsip yang berlaku dalam upaya mengembangkan kurikulum.
Pihak pembuat kebijakan
hendaknya terus berupaya memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum yang ada
sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Para pengawas dan guru-guru
hendaknya saling bekerja sama dalam upaya saling mengawasi pelaksanaan proses
pendidikan dengan mengacu pada kurikulum, para guru tidak menutup diri pada
perubahan kurikulum yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,
Z. (2012). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum . Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Black,
J. et all. (1995). The Young child: Development from Birth through Age
Eight. New York: Merrill Publishing Co.
Chaplin,
J. (1979). Dictionary of Psichology. New York: Dell Publishing Co. Inc,.
Dakir.
(2004). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Daoed,
J. (1978). Kumpulan Pidato Menteri Daoed Joesoef. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Idi,
A. (2010). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik . Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Keller,
C. L. (1997). Sociology. New York: The McGwa-Hill Companies.
Mudyahardjo,
R. (2001). Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar
Pendiidkan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta : Raja
Grafindo Perkasa.
Mulyasa,
E. (2002). Kurikulum Berbasasis Kompetensi (Konsep, Kerakteristik,
Implementasi). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Piaget,
J. (1970). Genetic Epistemology. New York: W.W. Norton & Company
Inc.
Piaget,
J. (1954). The Contstruction of Reality in the Child. New York: Basic
Books.
Power,
E. J. (1982). Philosophy of Education. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Sanjaya,
W. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sukaya.
(2010). PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI. JURNAL
TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN , 1 (1), 100-112.
Sukmadinata,
N. S. (1997). Perkembangan Kurikulum; Teori; dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sulo,
U. T. (2000). Pegantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Sutopo,
H., & Soemanto, W. (1993). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum sebagai
Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Suyitno,
A. (2007). Pemilihan Model-Model Pembelajaran dan Penerapannya di Sekolah.
Jakarta: Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan-Depag.
Vasta,
R. a. (1992). Child Psychology: The modern Science. John Wiley &
Sons Inc.
Wojowarsito,
S. (1972). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Malang: Shinta Dharma.
Yulaelawati,
E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran (Filosofi, Teori dan Aplikasi).
Bandung: Pakar karya.
Yusuf,
H. S. (2005). Psikologi perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
0 Komentar untuk "LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM"